Kiat Menjadi Guru Literasi
Guru yang kreatif melihat diri mereka sebagai pembelajar sepanjang hayat. Mereka memahami kebutuhan untuk terus memperbarui keterampilan dan pengetahuan mereka dalam menanggapi dunia yang berubah, penelitian baru, dan informasi baru yang muncul tentang pembelajaran dan pengajaran literasi.
Guru literasi selalu berfikir dalam proses pembelajaran dengan melibatkan telinga, mata, dan hati. Dahulu, pemahaman literasi hanya pada kemampuan membaca, kini zaman berkembang tak lagi bisa berfikir sederhana dalam literasi. Guru sudah berfikir tentang era digital yang telah dialami anak-anak kita saat ini. Guru dan orang tua tidak bisa menjauhkan anak anak dari internet. Justru guru dan orang memberikan solusi untuk memfungsikan HP dan internet.Di bawah ini admin akan uraikan beberapa jenis literasi agar sekiranya kita bisa Menjadi Guru Literasi untuk kepentingan anak didik.
A. Literasi Klasik
Membaca dan menulis merupukan kunci penting dalam memahami cakrawala ilmu pengetahuan dan itu masih perlu dikuatkan dengan cara yang menarik sehingga membaca tetap di minati oleh siswa.
1. Perpustakaan sekolah.
Perpustakaan sangat besar fungsinya bagi sekolah. Jika perpustakaan sekolah itu bagus dan berfungsi dengan baik , maka sekolah akan terasa sehat. Sebaliknya sekolah yang kurang memperhatikan perpustakaan, akan terjadi masalah yang cukup serius karena proses untuk peningkatan kualitas membaca akan mengalami hambatan.Ini juga
yang akan menjadikan minat membaca semakin berkurang.
Kurangnya minat membaca akan berakibat buruk bagi anak
untuk membuka cakrawala keilmuan.
2. Sudut baca kelas
Sudut baca kelas telah umum dibuat di sekolah. Sudut baca
kelas ini bukan hal yang baru, tetapi masih banyak sekolah yang
belum melakukan untuk mendesain sudut baca kelas. Padahal
ketika melihat fungsi dari sudut baca kelas,
cukup banyak dan bisa menumbuhkan
gairah untuk membaca serta menulis.
Selain itu muncul kebanggaan bagi anak
untuk melakukan aktifitas literasi dalam
kelas.
Sudut baca kelas ada beberapa jenis misalnya : perpustakaan kelas, dan majalah gantung
3. Lingkungan Pembelajaran
Lingkungan Pembelajaran dapat di buat beraneka jenis seperti : Dinding berbicara, papan bercerita, pilar berpesan, kaca berbisik dan tangga motivasi. Melalui lingkungan pembelajaran inl, anak secara langsung
akan membaca. Tanpa diperintah, secara otomatis mata
penglihatan mereka selalu tertuju pada sebuah tulisan yang
bermakna.
Di dinding ada tulisan, di papan ada tulisan, di pilar
ada tulisan, di kaca ada tulisan, di tangga pun ada tulisan. Di
mana-mana terjadi proses pembelajaran melaluil tulisan yang
ta
dibaca.
B. Literasi Audiovisual
Literasi audiovisual (audiovisual literacy) merupakan
bentuk literasi yang terkait dengan media elektronik, seperti
film, televisi, dan fokus pada gambar bergerak, urutan gambar.
Hampir setiap anak memiliki modalitas belajar visual, yaitu
menggunakan indera penglihatan. Bahkan hampir setiap hari
anak anak melihat tayangan layar kaca, komputer, dan gambar
bergerak lain. Ini artinya, anak-anak sangat membutuhkan
literasi dalam bentuk audiovisual, yang bisa dilihat bergambar,
bergerak, dan bersuara.
Sekolah sudah saatnya mendisain literasi audiovisual dengan cara pengadaan materi dalam
bentuk file file baik dalam bentuk powert point maupun dalam bentuk audio dan video, atau sejenisnya. Bisa saja melakukan
pengambilan gambar sendiri ,
Jika sulit, maka bisa mengunduhnya di internet yang banyak bertebaran di platform google maupun youtube tentang bahan ajar yang bersifat primer (materi utama).
Ada juga dalam bentuk cerita anak yang membantu dalam
pembentukan karakter, dl.
Sekarang anak anak telah disuguhi dengan informasi
bersuara dan bergambar (audiovisual), tentu harus diimbangi
pula dalam proses pembelajaran di kelas. Jika di kelas guru
hanya menyampaikan materi secara verbal, catatan pun di
papan tulis, maka mudah memunculkan kejenuhan. Akhirnya
anak malas untuk belajar. Antisipasi pembelajaran adalah
dengan sudiovisual.
Abad 21 segala informasi secara cepat.
Jika proses pembelajaran masih model jaman dulu (jadul) maka
akan banyak ketinggalan informasi.
C. Literasi Digital
literasi digital adalah kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi, memanfaatkan, berbagi, dan membuat konten menggunakan teknologi informasi. Literasi digital tidak lagi terbatas pada buku yang dapat dipegang oleh siswa saja. Keterampilan ini sangat penting untuk membantu siswa untuk memperoleh informasi . Model literasi ini lebih memanfaatkan
gawai (gadget) seperti komputer, telepon genggam, dan
sejenisnya.
Gawai bagaikan dua sisi mata uang. Satu sisi bisa
menguntungkan jika penggunaannya ke arah yang positif. Di
sisi lain juga sangat merugikan jika informasi yang didapatkan
adalah hal hal yang tidak bermanfaat.
Di era digital seperti ini, anak tidak bisa dijauhkan dari
akses internet karena setiap hari mereka sudah bisa dan biasa
mengoperasionalkan internet, baik melalui HP, komputer,
laptop, maupun alat lainnya. Justru yang saat ini perlu dilakukan
adalah antisipasi dengan melakukan pemberdayaan IT untuk
pembelajaran.
Misalnya e-book, e-learning, dl. Untuk mencari
buku yang dibutuhkan, anak anak sudah tidak lagi harus
membeli buku, tetapi cukup mencari buku di internet. Dengan
demikian, anak-anak akan memperoleh kemudahan untuk
belajar dan hal hal yang negatif mulai terkurangi.
D Literasi Media
Literasi media adalah kemampuan untuk mengidentifikasi berbagai jenis media dan memahami pesan yang mereka kirimkan. Anak-anak menyerap banyak sekali informasi dari berbagai sumber, jauh melampaui media tradisional (TV, radio, surat kabar, dan majalah) dari kebanyakan orang tua remaja.
Anak-anak sekarang lahir di abad 21, abad ini masuk
pada era digital. Anak tidak sekadar mengenal tentang
digital, tetapi anak sudah menjadi pengguna aktif benda digital.
Anak yang baru berada pada pendidikan TK sudah pandai
memanfaatkan HP dengan baik bahkan bisa mengalah kan
orang tua. Inilah perkembangan masa kini yang perlu untuk
diantisipasi. Dunia telah ada dalam genggaman anak-anak
kita.
Internet tidak bisa dijauhkan dari anak-anak, tetapi anak-
anak harus mulai dikenalkan dengan informasi positif tentang
internet. Di saat tidak ada informasi positif yang diberikan ke
anak-anak, maka anak-anak akan lebih banyak mencari dan
melihat info yang negatif. Inilah celakanya internet bagi anak
anak jika tidak tahu fungsinya. Padahal banyak fungsi positif
yang dapat diraih melalui internet.